Senin, 24 Maret 2025

DIA SARJANA, BETA MARANA Tukar Cerita (sumber disamarkan


Beta berjuang sebisanya. Beta punya pacar yang beta sayang sekali. Katong pacaran sudah 7 tahun, dari SMA. Dia cita-cita mau jadi perawat. Beta memutuskan untuk sonde kuliah, demi kerja lalu bantu biayai dia pung kuliah.

Awalnya beta juga berat karena beta terpaksa harus kubur impian jadi guru, tapi karena beta paling cinta dia, makanya beta relakan impian itu terbawa arus dan waktu. Waktu lulus sekolah, katong doa janji, tetap sama-sama sampai kawin.

Dia akhirnya kuliah di jawa. Beta kerja, siang malam. Biar lelah, beta sonde mau kalah, karena beta percaya, ada dia di sana juga yang sonde menyerah buat belajar keras. Tiap malam katong baku telpon, baku kasi ingat dan berdoa sama-sama. Dia carita soal dunia kampus. Beta dengar deng senang dan beta berharap dia bae-bae saja.

Samua kebutuhan yang dia minta, mau itu uang kuliah, pakian, makan, kecantikan, beta berusaha siapkan semua. Tiap bulan beta kirim uang. Beta pastikan, beta pung pacar sonde boleh kekurangan, biarpun beta di sini kerja deng kelelahan. Kalau dia sanang, beta ju rasa senang.

Sisa beberapa bulan dia wisuda, beta semakin bahagia karena sonde lama lai katong bisa nikah. Jalan panjang yang katong lalui sama-sama, tinggal hitung waktu saja su bisa lewati semua. Lalu, dua bulan menuju wisuda, dia mulai ilang kabar. Kadang chat, kadang sonde. Kalau telepon, dia alasan sibuk. Bahkan katong su sonde bisa video call lai. 

Ya sudah, beta pikir dia sibuk persiapan wisuda. Jadi beta berusaha berpikir positif. Pas dekat beberapa hari mau wisuda, dia masih minta uang untuk acara. Beta kirim juga. Tiba waktu wisuda, beta mau datang, jadi beta telepon dia, tapi dia sonde angkat telepon. Besoknya dia bilang, nanti acara di kampung, jadi tunggu saja di kampung. Beta senang sekali karena nona mau pulang.

Hari yang beta tunggu akhirnya tiba. Acara wisuda di kampung. Beta su mandi,  sudah ganti gagah-gagah, bawa dia kado deng rindu yang bertahun-tahun beta tampung di dada. Beta pakai baju terbaik yang beta punya dan sebelum pigi beta berdoa. Sampai di dia pung rumah, beta sonde sanggup untuk masuk. Di teras, dia su gandeng laki-laki satu. Laki-laki berseragam. Beta tanya di orang-orang kampung, itu sapa? Dong bilang itu, nona pung tunangan. 

Pas dengar kata “tunangan” beta sonde bagara. Beta hanya tatap dia dari muka pagar. Dia pas lia beta, dia putar muka. Beta aer mata jatuh. Kira cuma setetes, ternyata jatuh baku iko. Beta butuh nyali untuk angka kaki dari dia pung rumah. Rindu yang su mau beta lapas, beta kasmaso ulang.  tiba tiba barubah jadi luka, racun. Beta coba seka aer mata yang tagantung di dagu. Beta mau percaya ini mimpi, tapi sonde mungkin mimpi sesakit ini. 

Jadi, beta pulang. Sepanjang jalan, beta putar samua kenangan dan janji yang dia bilang. 
Beta ingat samua kerja keras bertahun-tahun, yang susah, sengsara, demi dia. Beta ingat betapa bodohnya beta, kubur impian demi bahagiakan dia yang kini bahagiakan orang lain. Sampe di rumah, beta pung mama tunggu di teras. Beta masuk dan mamtua tanya beta. Mamtua bilang, “sonde apa-apa anak, Tuhan su taruh anak punya di lain, mungkin bukan anak pung jodoh, Kasi kuat hati. Cari jalan, kuliah atau karja, lalu hidup bae-bae.”

Beta tau, mama berusaha hibur beta. Beta pun mau balas dendam, tapi bukan balas dendam par dia. Beta mau balas dendam par diri sandiri yang terlalu bodoh untuk mencintai orang yang salah.

“Kawan, habis bacerita ini, beta cuma mau bilang, lu hebat! Lu buktikan bahwa laki-laki tulus di zaman ini masih ada. Dan, lu sama sekali sonde kalah. Lu menang, karena berhasil terlepas dari orang yang salah. Samua yang lu buat, itu cinta dan samua yang dia balas, itu dusta. Toh, sonde masalah. Lu tetap di jalan yang benar dan sayangnya dia, melepaskan satu-satunya mutiara paling indah di dunia.”

Sabtu 22 Maret 2025
Penulis :  -JuandJuanna-

Rabu, 12 Februari 2025

Di Kampung Bersemayam Sejuta Cerita, Seribu Kenangan


PRIBAHASA lama mengatakan hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Pribahasa ini seolah olah ingin mengatakan, bahwa kampung halaman dimana seseorang dilahirkan, dibesarkan akan tetap selalu bersama dalam kalbu, walaupun sudah merasa hidup matang di kota. Suasana perasaan kala di kampung menyatu dengan semesta, menyentuh relung hati kala berpijak di tempat-tempat tertentu yang dulu pernah menyimpan kisah.

Setiap kali kembali ke kampung. Saya berkesempatan menyambangi tempat-tempat yang dulu di masa kecil berkisar tentang geliat tawa, tangisan, teriakan memekkan semesta. Tempat itu mengingat kembali ketika hari dilalui bersama anak-anak kampung yang seangkatan kalah itu,  bermain gasing,bermain bola, berpetualangan ke hutan membawah katepel untuk  mencari burung, menyelam di sungai, menangkap udang dan kepiting di sela-sela bebatuan, dan bahkan sering didatangi oleh ibu dengan kayu di tangan kala terlalu lama menghabiskan waktu bermain

Masa-masa itu telah kembali menyeruak ke permukaan memori.  Seolah Menyaksikan kampung yang sudah bersolek dengan berbagai macam lampu hias, bunyi bunyian  seolah olah sedang menepikan kesunyian  malam,  sedangkan yang dulunya warga hanya mengandalkan lampu pelita, dan lampu gas bagi warga yang mampu, bunyi bunyian hanya mengandalkan radio dan tape,  rumah warga yang yg notabenenya daun gewang itu menjadi tempat bersemayam warga kampung. namun kini mulai tergantikan dengan rumah berbahan semen dan seng yang terlihat praktis, dan saya berpresepsi bahwa mungkinkah kesunyian itu telah selesai.

Semua perlahan berubah. Saya hanya bisa mengingat kembali masa-masa, dimana kampung masih cukup asri, air  yang jernih, jalan kampung yang sepi kendaraan, anak-anak yang main berkelompok dengan saling mengejar dan bersembunyi di balik pohon pisang.

Ketika malam meninggi, para pemuda mulai berkumpul di tempat tongkrongan mereka  sambil mendengar radio yg jaman itu satu satu nya alat penghibur  bagi  kaum muda, dan mengisap rokok kretek ditemani kopi hitam. Suara jangkring, nyanyian burung dari arah gunung ikut menemani malam warga kampung. Di tongkrongan kisah itu di wartakan, beberapa yang lain sesekali tertawa ketika cerita itu bernada humoris. Di tangan hanya rokok, dan tak ada handphone, apa lagi kunci motor. Seperti yang ada di era modernisasi ini.

ladang merupakan kantor bagi sebagian besar warga kampung. Dan Sangat sedikit yang berprofesi lain. Di musim tanam, ketika terang tanah dan mentari pagi mulai menyapa semesta, ufuk pagi masih sangat sejuk, sesekali terlihat kelelawar menepuk sayap dan meloncat  riang kembali ke habitatnya, seolah mereka mengisyaraktkan bahwa perut mereka telah terisi kenyang, burung berkicau nyaring menyambut hari baru yang penuh harmonis. 
warga akan terlihat sibuk di beberapa sudut gang kampung. Mereka bersiap menuju ladang dengan menyusuri jalan-jalan setapak yang berada di bebukitan,

Penggalan masa itu, menyeruak di benak kala menikmati secangkir kopi Masa itu hanya bisa kukenang kini. Ia telah berlalu bersama waktu, menghilang ditelan modernisasi yang angkuh, dan dihempas kesombongan canggihnya teknologi.

Tak terdengar lagi suara setiap pagi dan setiap petang para warga sibuk dengan memanggil ternaknya  kembali ke kandang, kuda yang dulunya menjadi tunggangan warga untuk mempercepat aktifitas nya kini tinggal cerita, tak terdengar lagi setiap musim panen  setiap warga harus memanen jagung satu-dua mobil truk lagi , Semua nampak berubah, gagal panen sudah menjadi cerita yang memprihatinkan warga kampung. Air yang mengairi setiap tanaman umur panjang berupa kelapa, pisang dan tanama holtikultura lain nya di setiap pekarangan dan rumah warga kini sudah enggang menyapa, kodok tak terlihat bahkan tak terdengar lagi kala melintas di setiap titik bak penampungan, dulu nya warga tidur terpisang dengan ternak kini warga harus seatap,  dulu setiap pekarangan warga gunung yang menghijau kini telah tergerus keangkuhan serta keserakahan tangan-tangan manusia.

Waktu begitu cepat berlalu, menggerus semua yang alami. Alam kini tak lagi bersahabat. Kemurkaannya dilampiaskan hampir menenggelam  wilaya yg mungil itu,  Wajarkah itu?kadang manusia diingatkan dengan beragam musibah agar menyadari tangan keserakahan-nya berhenti merusak, dimanakah tuannya kaum milenial yang hidup di era modernisasi?? Dosa siapakah, salah siapakah, jawabnya hanya di relung hati.

               Tinis 26 November 2024

              Penulis: @juandjuanna

DIA SARJANA, BETA MARANA Tukar Cerita (sumber disamarkan

Beta berjuang sebisanya. Beta punya pacar yang beta sayang sekali. Katong pacaran sudah 7 tahun, dari SMA. Dia cita-cita mau jad...